Rabu, 25 Juli 2012

Resume Buku "Semiotika Komunikasi" Drs. Alex Sobur, M. Si (BAB 5)


BAB 5
Berkomunikasi dengan Simbol-simbol


Didalam kehidupan manusia, sangatlah penuh dengan simbol-simbol. Menurut Mulyana dan Rakhmat, Fungsi pembentukan simbol ini adalah satu diantara kegiatan-kegiatan dasar manusia, seperti makan, melihat dan bergerak. Dan ini merupakan proses fundamental dari pikiran dan berlangsung setiap hari. Selain itu, simbol-simbol lainnya dapat kita lihat dari cara berbicara, cara berpakaian, ekspresi wajah, body language dan lain-lain. Simbol merupakan objek atau peristiwa apa pun yang menunjuk pada sesuatu (James P Spradley). Simbol adalah suatu istilah dalam logika, matematika, semantic, semiotic dan epistemology (Welek & Warren, 1995:239).
Hal yang sama dalam bermacam pengertian diatas adalah sifat simbol untuk mewakili sesuatu yang lain.


Apa itu Simbol ?
            Secara etimologis, simbol berasal dari kata Yunani “sym-ballein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide. Menurut Herusatoto, simbol merupakan tanda atau ciri yang memberitahukan suatu hal kepada seseorang. Biasanya simbol terjadi berdasarkan metonimi, yakni nama untuk benda lain yang berasoisasi atau yang menjadi atributnya. Sedangkan Metafora, yaitu pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan.
“Si tua”, nama pengganti untuk seorang pria yang mempunyai umur yang banyak (Metonimi).
“Buah tangan” dan “Buah bibir”, merupakan ungkapan lain untuk suatu objek berdasarkan kias kata buah yang berarti hasil (Metafora).
Simbol melibatkan tiga unsur, simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih dan korelasi antara keduanya. Ketiga hal ini merupakan dasar bagi semua makna simbolik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disebutkan bahwa simbol atau lambing adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana dan sebagainya yang menyatakan suatu hal atau mengandung makna tertentu.
Sesuatu dapat dikatakan sebuah simbolik jika simbol merupakan kata atau suatu yang dianalogikan sebagai kata yang telah terkait dengan 1) penafsiran pemakai, 2) kaidah pemakaian sesuai dnegan jenis wacana, dan 3) kreasi pemberian sesuai dengan intensi pemakainya.
Arthur Asa Berger mengklasifikasikan simbol-simbol menjadi, 1)Konfensional, 2)Aksidental, 3)Universal. Konvensional merupakan kata yang telah kita pelajari untuk menyebutkan suatu hal. Aksidental, sifatnya lebih individu sedangkan Universal merupakan simbol yang telah mendarah daging dan telah berakar dari pengalaman semua orang.
Dalam wawasan Peirce, tanda(sign) terdiri dari ikon(icon), indeks (index) dan simbol (symbols). Ikon adalah suatu benda fisik (dua tau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya yang ditandai dengan kemiripannya. Indeks adalah tanda yang hadir secara asosiatif akibat terdapatnya hubungan ciri acuan yang sifatnya tetap. Contonya adalah gula dan semut. Kedua kata ini memiliki keterkaitan namun keduanya memiliki pengertian yang berbeda, gula merupakan suatu benda yang mempunyai rasa manis dan semut merupakan hewan kecil yang hidup didalam suatu “inang” (tanah, kayu maupun benda lainnya). Sedangkan simbol mempunyai arti yang lebih luas, yang melihat pun dituntut untuk memahami lebih dalam mengenai arti yang sebenarnya. Namun, banyaknya pikiran yang muncul dalam proses pemahaman inilah, yang akhirnya menimbulkan banyak persepsi terhadap suatu simbol.

Simbolisasi: Kebutuhan Pokok Manusia
 Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang (Mulyana, 2000:83). Salah satu sifat dasar manusia, menurut Wieman dan Walter, adalah kemampuan menggunakan simbol (Johannesen, 1996:46). Kemampuan manusia menciptakan simbol membuktikan bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi, mulai dari simbol-simbol yang sederhana sampai simbol yang rumit seperti signal-signal.
Kemampuan tersebut kini merupakan keharusan, untuk mengubah hasil mentah menjadi hasil yang dapat diterima manusia. Dari simbol menjadi simbol lainnya yang berupa penyampai (tujuan, konsep, nilai dan cita).
Simbol Status dan Gaya Hidup
 Status pada dasarnya mengarah ada posisi yang dimiliki seseorang di dalam sejumlah kelompok atau organisasi dan prestise melekat pada posisi tersebut. Status berarti berhubungan dengan peran seseorang (Berger, 2000a:116-117). Status merupakan kekuatan yang besar di dalam masyarakat yang digunakan untuk mengendalikan orang dengan cara yang halus. Status merupakan simbol dari kesuksesan hidup.
Menurut Nas dan v.d. Sande, gaya hidup lebih luas dari konsep subkultur karena pendeskripsiannya juga mencakup pemilik kultur dominan dan lebih dinamis dari konsep subkultur karena dideskripsikan dari sudut pandang individu. Gaya hidup menunjuk kepada frame of reference (kerangka acuan) yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku.
Dalam merumuskan gaya hidup, Nas dan v.d. Sande menggunakan pendekatan analitis dan sintesis. Pendekatan pertama dibagi menjadi lima dimensi. Pertama, Morfologi. Aspek lingkungan dan geografinya. Kedua, hubungan sosial. Menggali pola hubungan sosial individu. Ketiga, Dominan. Dalam dimensi ini kita dapat melihat aktivitas apa yang lebih ditekankan oleh individu. Keempat, Makna. Dimensi ini mempelajari bagaimana individu memberi makna terhadap kegiatan-kegiatannya. Kelima, style. Dimensi ini menampilkan aspek lahiriah dari gaya hidup.
Gaya hidup sering dihubungkan dengan kelas sosial ekonomi dan menunjukkan citra seseorang. Gaya hidup ini akan menentukan mobil apa yang akan digunakan, arloji apa yang dikenakan, sepatu merk apa yang dibeli, olahraga apa yang akan ditekuni dan lain-lain.
Kini masyarakat bukanlah membeli barang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, namun mereka membeli merk yang dipasarkan. Untuk memperoleh prestige ditengah masyarakat luas.

Simbol-simbol Budaya dan Religi
Menurut Geertz, dalam Susanto, 1992:57). Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang  dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk simbolik melalui mana manusia berkomunikasi, mengekalkan dan mengembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini.
“Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol”, menurut James P. Spradley.
Dalam setiap kegiatan agama pun penuh dengan simbol, ketika kita masuk dalam gereja maka disana terdapat “Salib”. Masjid dengan tulisan “ALLAH” dan “Muhammad” disisi-sisi mimbar imam. Kepala botak dengan pendeta. Dan simbol-simbol lainnya.
 
Interaksionisme Simbolik
Interaksi selalu berorientasi ke masa depan, kepada apa yang akan dilakukan oleh orang lain, dan satu-satunya cara bagi seseorang untuk menduga masa depan ialah dengan cara saling mengambil peranan ini. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2001:68).

1 komentar: